Sejarah Asal-Usul Masakan/Makanan Rendang- Rendang merupakan masakan/makanan khas daerah Sumatera Barat. Kini rendangsudah terkenal di seluruh Indonesia bahkan kelezatannya sudah sampai ke dunia International. Hal ini terbukti dengan dinobatkannya rendang “Sumatera Barat” sebagai makanan paling lezat di dunia oleh survei yang dilakukan oleh CNN. Bahkan, Burger King pernah membuat Rendang Burger pada tahun 1987.
Rendang |
Dari mana asal-usul masakan rendang? Catatan mengenai rendang sebagai kuliner tradisional Minang mulai ditulis secara massif pada awal abad ke-19. Namun, menurut sejarawan dari Universitas Andalas, Padang, Gusti Asnan, rendang patut diduga telah ada sejak abad ke-16.
Ia menjelaskan beberapa literatur yang tertulis di abad ke-19 menyatakan, masyarakat Minang di wilayah darek (darat) biasa melakukan perjalanan menuju Selat Malaka hingga ke Singapura yang makan waktu sekitar satu bulan melewati sungai. Karena sepanjang perjalanan tidak ada perkampungan, para perantau menyiapkan bekal makanan yang tahan lama, yaitu rendang.
Berdasarkan penafsiran sejarah, Gusti menduga, cara yang sama dilakukan orang Minang pada abad ke-16 ketika meneroka (membuka kampung baru) di pantai timur Sumatera hingga Malaka, Malaysia, dan Singapura. ''Ada kemungkinan, masakan tahan lama seperti rendang sudah ada pada saat itu. Pada masa itu, perjalanan bisa makan waktu berbulan-bulan,'' ujarnya.
Gusti menyebutkan, catatan Kolonel Stuers juga menulis tentang kuliner dan sastra pada 1827. Catatan itu, katanya, banyak memunculkan secara implisit deskripsi tentang alam, budaya dan kearifan lokal, serta tradisi yang identik dengan Minang. Kuliner yang tertulis secara implisit pun diduga kuat mengarah pada rendang. Dalam sumber-sumber Belanda pernah muncul istilah makanan yang dihitamkan dan dihanguskan, yang dapat ditafsirkanmerupakan teknik pengawetan.
Menurut Gusti, dulu masyarakat tradisional mengawetkan makanan menggunakan metodepengasapan dan pengeringan. Pengasapan dan pengeringan dilakukan dengan memasak demikian lama. ''Rendang kalau dilihat dari proses pembuatannya memang memasak dalam waktu lama sampai kuahnya kering,'' katanya. Rendang sendiri berasal dari kata ''merandang'', memasak santan kelapa sampai mengering perlahan.
Lebih lanjut, Gusti menafsirkan, hikayat rendang juga berkaitan dengan kedatangan orang-orang India dan Arab ke kawasan pantai barat Sumatera. Konon, pada abad ke-13 dan ke-14, daerah Minang sudah didiami orang-orang India. Ia menegaskan, bumbu dan rempah-rempah diperkenalkan lebih dulu oleh orang India.
Terkait dengan masakan, Gusti pun menduga, masakan kari yang diperkenalkan saudagar India pada abad ke-15 merupakan cikal bakal rendang. Menurut dia, sangat masuk akal masakan kari menjadi kuliner semasa terjadinya kontak perdagangan. Ahli waris tahta Kerajaan Pagaruyung, Puti Reno Raudah Thaib, sependapat dengan Gusti bahwa tidak tertutup kemungkinan rendang merupakan proses lanjut dari kari.
Nah, karena rendang lebih kering, maka dia lebih awet dibandingkan dengan kari. Hingga kini, banyak yang gemar membawanya sebagai oleh-oleh atau bekal perjalanan jauh, misalnya naik haji atau ke luar negeri. Di Sumatera Barat, usaha kuliner rendang cukup marak. Salah satu pengusahanya bernama Ade Taufik, 55 tahun, pemilik Toko Rendang Nikmat di Payakumbuh.
Toko itu dipenuhi beragam rendang, mulai rendang daging, rendang telur, paru dan runtiah, hingga rendang belut. Semuanya dikemas dengan apik dan tahan lama, meski tanpa pengawet. Menurut Ade, sejak rendang menduduki peringkat pertama masakan terlezat di dunia, omsetnya terus bertambah.
Kini setiap pekan ia mengirim 700 kilogram aneka rendang ke 30 toko pelanggannya di dalam maupun di luar Sumatera Barat di Sumatera. Sedangkan pengiriman ke Jawa mencapai 800-900 kilogram setiap dua pekan.Omset sebulan mencapai Rp 40 juta-Rp 50 juta. Ade pun optimistis, festival rendang yang mendapat publikasi luas akan makin mendongkrak popularitas dan konsumsi rendang di berbagai daerah.
Ia menjelaskan beberapa literatur yang tertulis di abad ke-19 menyatakan, masyarakat Minang di wilayah darek (darat) biasa melakukan perjalanan menuju Selat Malaka hingga ke Singapura yang makan waktu sekitar satu bulan melewati sungai. Karena sepanjang perjalanan tidak ada perkampungan, para perantau menyiapkan bekal makanan yang tahan lama, yaitu rendang.
Berdasarkan penafsiran sejarah, Gusti menduga, cara yang sama dilakukan orang Minang pada abad ke-16 ketika meneroka (membuka kampung baru) di pantai timur Sumatera hingga Malaka, Malaysia, dan Singapura. ''Ada kemungkinan, masakan tahan lama seperti rendang sudah ada pada saat itu. Pada masa itu, perjalanan bisa makan waktu berbulan-bulan,'' ujarnya.
Gusti menyebutkan, catatan Kolonel Stuers juga menulis tentang kuliner dan sastra pada 1827. Catatan itu, katanya, banyak memunculkan secara implisit deskripsi tentang alam, budaya dan kearifan lokal, serta tradisi yang identik dengan Minang. Kuliner yang tertulis secara implisit pun diduga kuat mengarah pada rendang. Dalam sumber-sumber Belanda pernah muncul istilah makanan yang dihitamkan dan dihanguskan, yang dapat ditafsirkanmerupakan teknik pengawetan.
Menurut Gusti, dulu masyarakat tradisional mengawetkan makanan menggunakan metodepengasapan dan pengeringan. Pengasapan dan pengeringan dilakukan dengan memasak demikian lama. ''Rendang kalau dilihat dari proses pembuatannya memang memasak dalam waktu lama sampai kuahnya kering,'' katanya. Rendang sendiri berasal dari kata ''merandang'', memasak santan kelapa sampai mengering perlahan.
Lebih lanjut, Gusti menafsirkan, hikayat rendang juga berkaitan dengan kedatangan orang-orang India dan Arab ke kawasan pantai barat Sumatera. Konon, pada abad ke-13 dan ke-14, daerah Minang sudah didiami orang-orang India. Ia menegaskan, bumbu dan rempah-rempah diperkenalkan lebih dulu oleh orang India.
Terkait dengan masakan, Gusti pun menduga, masakan kari yang diperkenalkan saudagar India pada abad ke-15 merupakan cikal bakal rendang. Menurut dia, sangat masuk akal masakan kari menjadi kuliner semasa terjadinya kontak perdagangan. Ahli waris tahta Kerajaan Pagaruyung, Puti Reno Raudah Thaib, sependapat dengan Gusti bahwa tidak tertutup kemungkinan rendang merupakan proses lanjut dari kari.
Nah, karena rendang lebih kering, maka dia lebih awet dibandingkan dengan kari. Hingga kini, banyak yang gemar membawanya sebagai oleh-oleh atau bekal perjalanan jauh, misalnya naik haji atau ke luar negeri. Di Sumatera Barat, usaha kuliner rendang cukup marak. Salah satu pengusahanya bernama Ade Taufik, 55 tahun, pemilik Toko Rendang Nikmat di Payakumbuh.
Toko itu dipenuhi beragam rendang, mulai rendang daging, rendang telur, paru dan runtiah, hingga rendang belut. Semuanya dikemas dengan apik dan tahan lama, meski tanpa pengawet. Menurut Ade, sejak rendang menduduki peringkat pertama masakan terlezat di dunia, omsetnya terus bertambah.
Kini setiap pekan ia mengirim 700 kilogram aneka rendang ke 30 toko pelanggannya di dalam maupun di luar Sumatera Barat di Sumatera. Sedangkan pengiriman ke Jawa mencapai 800-900 kilogram setiap dua pekan.Omset sebulan mencapai Rp 40 juta-Rp 50 juta. Ade pun optimistis, festival rendang yang mendapat publikasi luas akan makin mendongkrak popularitas dan konsumsi rendang di berbagai daerah.
Sumber : http://www.kumpulansejarah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar