Saat mentari lelap ditelan ufuk gurun belahan timur
Menara-menara di kota ini pun merasa letih meninggalkan bekas siangnya
Himpitan gedung dan hiruk pikuk manusia
Melelapkan tumpukan berjuta angan penghuninyaKini bagiku tinggal hitungan mundur penantianKetika hela nafas renyuh di landasan pacu yang harus ditinggalkanGaris kuning tapal batas menyorotikuDokumen akhir perjalanan siap tutup buku
Lebih dari seribu malam aku telah pulas dalam udara kota iniLebih dari ratusan mimpi indah menyertaiKadang berkabut memang …
Tapi kota ini, udara dan berkahnyamenyertai derap akhir senyum pengabdian pertiwi
Hati berat menerka esokKarena kiniku terasa begitu indah mempesonakanSepertinya lusa ku harus meraba takdirAgar tuntutan jalanNya terlalui tanpa tanggulAndaipun tertimpa banjir bandangAku akan tetap tersenyum … karena kiniku begitu indahSayangku adalah malangku
Saat mentari lelap ditelan ufuk gurun belahan timur
Menara-menara di kota ini pun merasa letih meninggalkan bekas siangnya
Himpitan gedung dan hiruk pikuk manusia
Melelapkan tumpukan berjuta angan penghuninyaKini bagiku tinggal hitungan mundur penantianKetika hela nafas renyuh di landasan pacu yang harus ditinggalkanGaris kuning tapal batas menyorotikuDokumen akhir perjalanan siap tutup buku
Lebih dari seribu malam aku telah pulas dalam udara kota iniLebih dari ratusan mimpi indah menyertaiKadang berkabut memang …
Tapi kota ini, udara dan berkahnyamenyertai derap akhir senyum pengabdian pertiwi
Hati berat menerka esokKarena kiniku terasa begitu indah mempesonakanSepertinya lusa ku harus meraba takdirAgar tuntutan jalanNya terlalui tanpa tanggulAndaipun tertimpa banjir bandangAku akan tetap tersenyum … karena kiniku begitu indahSayangku adalah malangku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar