1. Identitas Novel Laskar Pelangi
Judul : Laskar
Pelangi
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang
Kota Tempat Terbit : Jl. Pandega Padma 19, Yogyakarta
Tahun Terbit : Cetakan III, Juli 2007
Tebal halaman : 533 halaman termasuk juga tentang penulis
Harga : Rp.69.000,-
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang
Kota Tempat Terbit : Jl. Pandega Padma 19, Yogyakarta
Tahun Terbit : Cetakan III, Juli 2007
Tebal halaman : 533 halaman termasuk juga tentang penulis
Harga : Rp.69.000,-
2. Tujuan Meresensi Novel
Banyak orang (teman-teman) yang
telah mengatakan bahwa buku ini bagus kepada saya, maka dari itu saya menjadi
penasaran dan ingin membacanya. Setelah saya baca ternyata buku ini tidak hanya
sekedar bagus tetapi “sangat bagus”, karena di dalamnya banya terdapat
pelajaran yang dapat kita ambil tentang keagamaan, persahabatan yang luar
biasa, cinta pertama yang indah, ketegaran hidup, bahkan makna sebuah takdir
yang tidak bisa kita tebak.
3. Pokok-pokok Isi Novel (Unsur Instrinsik)
a. Tema
Persahabatan sepuluh anak yaitu
Ikal, Mahar, Lintang, Harun, Syahdan, A Kiong, Trapani, Borek, Kucai dan
satu-satunya wanita di kelas mereka, Sahara dari orang kecil yang mempunyai
cita-cita yang tinggi dengan bersekolah di pendidikan rakyat kecil Sekolah
Muhamadiyah.
b. Tokoh dan Perwatakan
Kucai : benyak bicara.
Sahara : keras kepala, cerdas dan baik hati.
A kiong : baik dan sedikit aneh.
Harun : baik.
Aku sebagai ikal : tidak mudah putus asa.
Ayah ku/ayah ikal : baik hati.
Pak K.A. Harpan Noor: : baik hati, ramah dan sabar.
Borek : nakal.
Ibu N.A. muslimah Hafsari : sabar, baik.
Lintang : pantang menyerah.
Mahar : imajinatif dan cerdas.
Trapani : manja dan cerdas.
c. Alur
Di dalam novel ini memakai alur maju.
d. Sudut Pandang
Memakai kata ganti orang pertama tunggal atau memakai akuan sertaan, karena dalam penceritaan novel penulis menggunakan kata aku.
e. Gaya Bahasa
Di sini saya tidak mengetahui gaya bahasanya, karena ada kata-kata yang sulit untuk dipahami atau dapat kita mengerti. Hal ini dikarenakan untuk menyesuaikan bahasa berdasarkan tempat yang diceritakan yaitu di Bangka Belitong, daerah terpencil yang belum meluas bahasanya.
f. Latar (Setting)
Tempat : di sekolah, di bawah pohon, di gua, dan di rumah.
Suasana : menyenangkan, menyedihkan, dan menegangkan.
Kapan : siang hari, sore hari, dan malam hari.
4. Keunggulan Novel
a.
Organisasi
Dalam hal organisasi novel ini, hubungan antara satu bagian dengan bagian yang lain harmonis dan dapat menimbulkan rasa penasaran pembaca. Karena dalam penceritaan isi novel tidak berbelit-belit.
b. Isi
Kita dapat mengetahui arti perjuangan hidup dalam kemiskinan yang membelit dan cita-cita yang gagah berani dalam kisah tokoh utama buku ini Ikal, akan menuntun kita dengan semacam keanggunan dan daya tarik agar kita dapat melihat ke dalam diri sendiri dengan penuh pengharapan, agar kita menolak semua keputusasaan dan ketakberdayaan kita sendiri.
c. Bahasa
Bahasa yang digunakan tidak berbelit-belit walaupun ada kata-kata yang kita tidak tahu maknanya dan yang belum dapat kita pahami, dikarenakan cerita menyesuaikan tempat daerah Belitong.
5. Nilai-nilai Novel (Unsur Ekstrinsik)
Kita dapat mengambil pelajaran
bahwa bagaimanapun hidup yang kita jalani, kita harus senantiasa bersyukur.
Kita dapat mengetahui arti perjuangan hidup dalam kemiskinan yang membelit
cita-cita yang tingggi. Pada dasarnya kemiskinan tidak berkorelasi/berinteraksi
langsung dengan kebodohan atau kegeniusan. Banyak sekali pelajaran yang dapat
kita teladani dari novel tersebut seperti keagamaan, moral, cinta pertama yang
indah, ketegaran hidup, bahkan makna sebuah takdir yang tidak bisa kita tebak.
Selain itu kita dapat mencontoh tokoh-tokoh yang dapat diteladani seperti
tokoh-tokoh manusia sederhana, jujur, tulus, gigih, penuh dedikasi, ulet,
sabar, tawakal, takwa, dan sebagainya.
6.Sinopsis
Diawali saat SD Muhammadiyah, sekolah kampung di
Belitong dengan fasilitas yang sangat terbatas bahkan minus, membuka
pendaftaran untuk murid baru kelas satu. Hingga saat2 terakhir pendaftaran
hanya 9 orang anak yang mendaftar dan siap masuk kelas di hari pertama. Padahal
sekolah reot ini sudah diancam untuk membubarkan diri jika murid barunya kurang
dari 10 orang.
Di kalangan bawah, menyekolahkan anak berarti mengikatkan diri pada beban biaya yang harus ditanggung selama bertahun2. Dan tertutupnya kesempatan untuk mempekerjakan si anak secara penuh waktu demi membantu mengurangi beban hidup yang semakin berat.
Jika tak ada Harun, seorang anak berusia 15 tahun dengan keterbelakangan mental, yang disekolahkan oleh ibunya agar tidak cuma mengejar anak ayam di rumah, tentu tidak pernah terjadi kisah ini. Ikal tidak akan pernah bertemu, berteman satu kelas dengan Lintang, Mahar, Syahdan, A Kiong, Kucai, Borek alias Samson, Sahara, Trapani, dan Harun. Tidak akan pernah bertemu Bu Muslimah, guru penuh kasih namun penuh komitmen untuk mencerdaskan anak didiknya. Dan tidak akan pernah ada Laskar Pelangi, yang di musim hujan selalu melakukan ritual melihat pelangi sore hari dengan bertengger di dahan2 pohon filicium yang ada di depan kelas mereka.
Selanjutnya dikisahkan ragam kejadian yang penuh suka dan duka dari kesepuluh anak anggota Laskar Pelangi. Nantinya di tengah cerita Laskar Pelangi mendapat anggota kesebelas, anggota wanita kedua, Flo.
Berkisah tentang Lintang, anak super genius didikan alam, yang rumahnya berjarak 40 km dari sekolah dan dilaluinya dengan bersepeda setiap hari tanpa mengeluh. Bahkan ketika suatu hari rantai sepedanya putus, dia rela berjalan kaki menuntun sepedanya ke sekolah. Dan merasa bahagia karena masih mendapat kesempatan ikut menyanyikan Padamu Negeri di jam pelajaran terakhir…. *merinding*… (jaman SMP aku sempat kagum dengan teman2 yang setiap harinya mengayuh sepeda dari rumahnya yang berjarak 10 km dari sekolah, demi bisa menuntut ilmu di SMP Negeri yang baru ada di kota kecamatan… tapi ternyata itu belum ada apa2nya).
Berkisah tentang Mahar anak genius berikutnya, tapi yang satu ini genius dalam bakat seni. Berkisah tentang rutinitas membeli kapur tulis di toko yang jauh dari sekolah dan berbau busuk, menggiring ke kisah cinta pertama Ikal kepada A Ling yang berkuku indah. Tentang keberhasilan mereka mengangkat nama SD Muhammadiyah yang selama ini selalu dianggap remeh dalam acara karnaval 17 Agustus dan lomba cerdas-cermat. Tentang cita-cita Ikal. Tentang hilangnya Flo. Tentang petualangan mistis ke Pulau Lanun menemui Tuk Bayan Tula bersama Flo dan Mahar. Dan bagian pertama ini ditutup dengan kesedihan mendalam yang sangat mengharukan saat Laskar Pelangi harus merelakan perginya seorang teman yang kurang beruntung…
Bagian pertama itu mengambil rentang waktu dari hari pertama Laskar Pelangi masuk kelas satu Sekolah Dasar Muhammadiyah hingga empat bulan menjelang Ebtanas SMP di gedung sekolah yang sama dengan orang2 yang sama (tambah Flo tentunya).
Pada bagian kedua, kisah ini melompat dua belas tahun kemudian saat Laskar Pelangi telah menjadi sosok2 dewasa yang harus berjuang menggapai peruntungannya dalam kehidupan nyata. Masing2 menjalani suratan hidupnya yang sudah ditetapkan. Ada yang berjalan sesuai cita2nya, ada yang tidak terduga lompatannya, ada juga yang menyerah pada nasib yang sudah tergambar jelas sejak dahulu.
Dan akhirnya pun mereka semua dengan perjuangan yang keras dan gigih dapat mendapatkan apa yang mereka cita-citakan.
Di kalangan bawah, menyekolahkan anak berarti mengikatkan diri pada beban biaya yang harus ditanggung selama bertahun2. Dan tertutupnya kesempatan untuk mempekerjakan si anak secara penuh waktu demi membantu mengurangi beban hidup yang semakin berat.
Jika tak ada Harun, seorang anak berusia 15 tahun dengan keterbelakangan mental, yang disekolahkan oleh ibunya agar tidak cuma mengejar anak ayam di rumah, tentu tidak pernah terjadi kisah ini. Ikal tidak akan pernah bertemu, berteman satu kelas dengan Lintang, Mahar, Syahdan, A Kiong, Kucai, Borek alias Samson, Sahara, Trapani, dan Harun. Tidak akan pernah bertemu Bu Muslimah, guru penuh kasih namun penuh komitmen untuk mencerdaskan anak didiknya. Dan tidak akan pernah ada Laskar Pelangi, yang di musim hujan selalu melakukan ritual melihat pelangi sore hari dengan bertengger di dahan2 pohon filicium yang ada di depan kelas mereka.
Selanjutnya dikisahkan ragam kejadian yang penuh suka dan duka dari kesepuluh anak anggota Laskar Pelangi. Nantinya di tengah cerita Laskar Pelangi mendapat anggota kesebelas, anggota wanita kedua, Flo.
Berkisah tentang Lintang, anak super genius didikan alam, yang rumahnya berjarak 40 km dari sekolah dan dilaluinya dengan bersepeda setiap hari tanpa mengeluh. Bahkan ketika suatu hari rantai sepedanya putus, dia rela berjalan kaki menuntun sepedanya ke sekolah. Dan merasa bahagia karena masih mendapat kesempatan ikut menyanyikan Padamu Negeri di jam pelajaran terakhir…. *merinding*… (jaman SMP aku sempat kagum dengan teman2 yang setiap harinya mengayuh sepeda dari rumahnya yang berjarak 10 km dari sekolah, demi bisa menuntut ilmu di SMP Negeri yang baru ada di kota kecamatan… tapi ternyata itu belum ada apa2nya).
Berkisah tentang Mahar anak genius berikutnya, tapi yang satu ini genius dalam bakat seni. Berkisah tentang rutinitas membeli kapur tulis di toko yang jauh dari sekolah dan berbau busuk, menggiring ke kisah cinta pertama Ikal kepada A Ling yang berkuku indah. Tentang keberhasilan mereka mengangkat nama SD Muhammadiyah yang selama ini selalu dianggap remeh dalam acara karnaval 17 Agustus dan lomba cerdas-cermat. Tentang cita-cita Ikal. Tentang hilangnya Flo. Tentang petualangan mistis ke Pulau Lanun menemui Tuk Bayan Tula bersama Flo dan Mahar. Dan bagian pertama ini ditutup dengan kesedihan mendalam yang sangat mengharukan saat Laskar Pelangi harus merelakan perginya seorang teman yang kurang beruntung…
Bagian pertama itu mengambil rentang waktu dari hari pertama Laskar Pelangi masuk kelas satu Sekolah Dasar Muhammadiyah hingga empat bulan menjelang Ebtanas SMP di gedung sekolah yang sama dengan orang2 yang sama (tambah Flo tentunya).
Pada bagian kedua, kisah ini melompat dua belas tahun kemudian saat Laskar Pelangi telah menjadi sosok2 dewasa yang harus berjuang menggapai peruntungannya dalam kehidupan nyata. Masing2 menjalani suratan hidupnya yang sudah ditetapkan. Ada yang berjalan sesuai cita2nya, ada yang tidak terduga lompatannya, ada juga yang menyerah pada nasib yang sudah tergambar jelas sejak dahulu.
Dan akhirnya pun mereka semua dengan perjuangan yang keras dan gigih dapat mendapatkan apa yang mereka cita-citakan.
7. Biografi Penulis
Andrea Hirata Seman Said Harun
lahir di pulau Belitung 24 Oktober 1982, Andrea Hirata sendiri merupakan anak
keempat dari pasangan Seman Said Harunayah dan NA Masturah. Ia dilahirkan di
sebuah desa yang termasuk desa miskin dan letaknya yang cukup terpelosok di
pulau Belitong. Tinggal di sebuah desa dengan segala keterbatasan memang cukup
mempengaruhi pribadi Andrea sedari kecil. Ia mengaku lebih banyak mendapatkan
motivasi dari keadaan di sekelilingnya yang banyak memperlihatkan
keperihatinan. Nama Andrea Hirata sebenarnya bukanlah nama pemberian dari kedua
orang tuanya. Sejak lahir ia diberi nama Aqil Barraq Badruddin. Merasa tak
cocok dengan nama tersebut, Andrea pun menggantinya dengan Wadhud. Akan tetapi,
ia masih merasa terbebani dengan nama itu. Alhasil, ia kembali mengganti
namanya dengan Andrea Hirata Seman Said Harun sejak ia remaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar